Senin, 04 Juni 2012

BAB PENDAHULUAN SBS

MAKALAH
PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DUSUN TAKERAN,
DESA TAKERANKLATING, KECAMATAN TIKUNG,
KABUPATEN LAMONGAN
DITINJAU DARI STATUS SOSIAL


unesa baru


Oleh:
EVI SUSILOWATI
(094254033)


UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN PMPKN
PRODI SI PPKN
2012





BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Teori demokrasi mengajarkan bahwa demokratisasi membutuhkan hadirnya masyarakat sipil yang terorganisir secara kuat, mandiri, semarak, pluralis, beradab, dan partisipatif. Partisipasi merupakan kata kunci utama dalam masyarakat sipil yang menghubungkan antara rakyat biasa dengan pemerintah. Partisipasi bukan sekedar keterlibatan masyarakat dalam pemilihan kepala desa dan BPD, tetapi juga partisipasi dalam kehidupan sehari-hari yang berurusan dengan pembangunan dan pemerintah desa.
Partisipasi politik sebagai usaha teroganisir oleh para warga negara untuk memilih pemimpin-pemimpin mereka dan mempengaruhi bentuk dan jalannya kebijaksanaan umum. Usaha ini dilakukan berdasarkan kesadaran akan tanggung jawab mereka terhadap kehidupan bersama sebagai suatu bangsa dalam suatu negara (Maran, 1999:147).  Dalam sistem negara demokratis, partisipasi politik merupakan elemen yang penting. Hal ini didasari oleh keyakinan bahwa kedaulatan ada ditangan rakyat, yang dilaksanakan melalui kegiatan bersama untuk menetapkan tujuan-tujuan kolektif. Anggota masyarakat yang berpartisipasi dalam proses politik terdorong oleh keyakinan bahwa melalui kegiatan itu kepentingan mereka akan tersalur dan dapat mempengaruhi sebuah keputusan.
Partisipasi politik berbeda-beda dari masyarakat yang satu ke masyarakat yang lain. Kadar partispasi politik pun bervariasi. Konsep partisipasi politik pun mencakup apa yang disebut apasitisme poltik, alienasi politik, dan kekerasan politik. Di dalam suatu masyarakat terdapat orang-orang atau kelompok-kelompok yang bersikap apatis terhadap urusan-urusan politik dan orang-orang yang teralienasi, terasing dari kehidupan. (Maran, 1999:147-148). Soedarsih & Adi (2009:61-62) membedakan tipologi partisipasi politik menjadi tiga macam, yaitu:
(1)   Partisipasi aktif
Merupakan partisipasi yang berorientasi pada proses input dan output. Artinya setiap warga negara secara aktif mengajukan usul mengenai kebijakan publik kepada pemerintah, mengajukan kritik dan perbaikan untuk meluruskan kebijkan umum, memilih wakil rakyat dan pemimpin pemerintahan.
(2)      Partisipasi pasif
       Yaitu partisipasi yang berorientasi hanya pada output, dalam arti hanya mentaati peraturan pemerintah, menerima dan melaksanakan saja setiap keputusan pemerintah.
(3)   Golongan putih (golput)
       Yaitu sikap apatis dan acuh tak acuh warga negara karena melihat sistem politik yang ada tidak seperti yang diharapkan.

Perbedaan tingkat partisipasi politik seseorang terjadi  karena dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: faktor status sosial, ekonomi, faktor tingkat pendidikan dan faktor nilai budaya. Menurut Frank Lindenfeld (dalam Maran, 1999:156) faktor utama yang mendorong orang untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik adalah kepuasan finansial. Dalam studinya, Lindenfeld juga mengemukakan bahwa status sosial ekonomi yang rendah menyebabkan seseorang merasa teralienasi dari kehidupan politik. Orang yang bersangkutan pun akan menjadi apatis. Hal ini tidak terjadi pada orang yang memiliki status sosial ekonomi yang mapan.
Milbrath (dalam Maran, 1999:156) mengemukakan empat faktor utama yang mendorong orang untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik. Pertama, karena adanya perangsang, maka orang mau berpartisipasi dalam kehidupan politik. Dalam hal ini minat untuk berpartisipasi dipengaruhi misalnya oleh sering mengikuti diskusi-diskusi politik melalui mass media atau melalui diskusi informal. Kedua, karena faktor karakteristik pribadi seseorang. Orang-orang yang berwatak sosial, yang punya kepedulian besar terhadap problem sosial, politik, ekonomi dan lainnya, biasanya mau terlibat dalam aktivitas politik.
Ketiga, faktor karakter sosial seseorang. Karakter sosial menyangkut status sosial ekonomi, kelompok ras, etnis, dan agama seseorang. Bagaimanapun lingkungan sosial itu ikut mempengaruhi persepsi, sikap, dan perilaku seseorang dalam bidang politik. Orang yang berasal dari lingkungan sosial yang lebih rasional dan menghargai nilai-nilai seperti keterbukaan, kejujuran, keadilan dan lain-lainnya akan mau juga memperjuangkan tegaknya nilai-nilai tersebut dalam kehidupan politik. Keempat, fakor lingkungan politik itu sendiri. Lingkungan politik yang kondusif membuat orang dengan senang hati berpartisipasi dalam kehidupan politik. Dalam lingkungan politik yang demokratis, orang merasa lebih bebas dan nyaman untuk terlibat dalam aktivitas-aktivitas politik dari pada dalam lingkungan politik yang totaliter. Lingkungan politik yang sering diisi dengan aktivitas-aktivitas brutal dan kekerasan dengan sendirinya menjauhkan masyarakat dari wilayah politik. Dalam makalah ini, peneliti  hanya  akan membahas partisipasi politik ditinjau dari tingkat status sosial masyarakat.
Menurut Ralph Linton (dalam Soekanto, 2007:210) secara abstrak, kedudukan (status) berarti tempat seseorang dalam pola tertentu. Dengan demikian, seseorang dikatakan mempunyai beberapa kedudukan karena seseorang biasanya ikut serta dalam berbagai pola kehidupan. Apabila dipisahkan dari individu yang memilikinya, kedudukan hanya merupakan kumpulan hak-hak dan kewajiban karena hak dan kewajiban termaksud hanya dapat terlaksana melalui perantara individu, sehingga agak sukar memisahkannya secara tegas dan kaku. Masyarakat pada umumnya mengembangkan dua macam kedudukan yaitu Ascribed Status dan Achieved Status. Ascribed status merupakan kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan-perbedaan rohaniah dan kemampuan. Kedudukan tersebut diperoleh karena kelahiran. Sedangkan Achieved Status merupakan kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja. Kedudukan ini tidak diperoleh atas dasar kelahiran, akan tetapi bersifat terbuka bagi siapa saja, tergantung dari kemampuan masing-masing dalam mengerjar serta mencapai tujuan-tujuannya.
Sementara itu, wujud partisipasi politik masyarakat tidak hanya berupa keikutsertaan masyarakat dalam pemberian suara ketika pemilu, namun juga partisipasi mereka dalam mempengaruhi pembuatan kebijakan, termasuk kebijakan pembangunan desa. Pembangunan melaui partisipasi masyarakat merupakan salah satu upaya untuk memberdayakan potensi masyarakat dalam merencanakan pembangunan yang berkaitan dengan potensi sumber daya lokal berdasarkan kajian musyawarah, yaitu peningkatan aspirasi berupa keinginan dan kebutuhan nyata yang ada dalam masyarakat, peningkatan motivasi dan peran serta kelompok proses pembangunan, dan peningkatan rasa memiliki pada kelompok masyarakat terhadap program yang telah disusun.
Selama ini sistem perencanaan pembangunan di Dusun Takeran cenderung bersifat top down. Pembangunan yang dimaksudkan meliputi pembangunan masjid, jalan dan jembatan. Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan menyangkut kepentingan masyarakat sangat minim. Keterlibatan itupun terbatas kepada mereka yang memiliki status sosial ekonomi yang mapan dikalangan masyarakat, yaitu orang-orang tertentu yang memiliki kedudukan, jabatan, dan pekerjaan yang tinggi, serta memiliki ketokohan dalam masyarakat. Hampir 70% keputusan berkaitan dengan pembangunan dusun hanya melibatkan orang-orang yang memiliki jabatan tertentu saja1. Pihak yang aktif dalam proses aspirasi masyarakat hanya terbatas pada orang-orang yang memangku jabatan perangkat desa, seperti ketua RT, RW, Kepala Dusun, Sekdes dan pamong desa. Dusun Takeran sesungguhnya merupakan dusun yang cukup besar, terdiri dari 6 RT dengan jumlah penduduk mencapai 540 orang2. Namun, kondisi tersebut tidak membuat demokrasi tumbuh dengan baik di dusun ini. Sangat sedikit wadah untuk mengakomodir aspirasi-aspirasi masyarakat secara keseluruhan, Masyarakat yang memiliki status sosial rendah cenderung bersikap pasif dan hanya menerima keputusan tersebut tanpa ada upaya intervensi, sehingga masih belum bisa mewujudkan demokrasi yang sesungguhnya. Partisipasi politik yang diharapkan berganti menjadi mobilisasi politik masyarakat, berupa pelaksanakan kegiatan gotong-royong, finansial masyarakat untuk kegiatan yang berkaitan dengan pelayanan pemerintah desa.
Partisipasi politik yang pluralistik dibatasi, partisipasi politik rakyat lebih diarahkan terutama pada penerapan program pembangunan yang dirancang oleh para elit penguasa. Kebijakan di dusun lebih berupa cetusan-cetusan pemikiran aparat yang secara spontan dan sedikit impulsif diterapkan sebagai arah gerak laju dusun. Pelaksanaan program pembangunan desa oleh pemerintah telah membuat dusun dan penduduknya menjadi semakin tidak berdaya secara politik.


 
1dan 2 Informan: Bapak Salam selaku Kepala Dusun Takeran


Bagi masyarakat yang tidak memiliki jabatan penting di Dusun Takeran, tidak merasa terabaikan karena tidak ikut terlibat dalam pengambilan keputusan yang ada di desa itu. Masyarakat cenderung acuh dan tidak peduli atas segala proses pengambilan keputusan. Mereka hanya menerima segala keputusan yang diambil oleh pembuat keputusan (decission maker) tanpa ada upaya memberikan masukan atau bahkan menolak keputusan tersebut. Secara umum, partisipasi masyarakat Desa Takeranklating dalam bidang pembangunan masih rendah atau bahkan bisa dikatakan pasif.
Agustino (2007), menyebutkan bahwa studi empiris banyak menunjukkan kegagalan pembangunan atau pembangunan tidak memenuhi sasaran karena kurangnya partisipasi (politik) masyarakat, bahkan banyak kasus menunjukkan rakyat menetang upaya pembangunan. Keadaan ini dapat terjadi karena beberapa hal: 1).Pembangunan hanya menguntungkan segolongan kecil orang dan tidak menguntungkan rakyat banyak.  2).Pembangunan meskipun dimaksudkan menguntungkan rakyat banyak, tetapi rakyat kurang memahami maksud tersebut. 3).Pembangunan dimaksudkan untuk menguntungkan rakyat dan rakyat memahaminya, tetapi cara pelaksanaannya tidak sesuai dengan pemahaman tersebut. 4).Pembangunan dipahami akan menguntungkan rakyat tetapi rakyat tidak diikutsertakan. Sehingga pergeseran kebijakan program dana pembangunan desa yang komprehensif perlu keterlibatan politik masyarakat secara efektif dan dukungan berbagai sektor terpadu termasuk dukungan infrastruktur ekonomi yang tangguh memihak kepada kepentingan masyarakat sangat diperlukan guna mengakhiri pembatasan akses rakyat dalam proses pembangunan desa. Partisipasi politik masyarakat desa akan menghindari kebijakan program dana pembangunan desa yang sentralistik, dan ditujukan bentuk kepentingan politik masyarakat.
Oleh karena itu, penting kiranya melihat pengaruh antara faktor sosial-ekonomi terhadap kualitas partisipasi politik masyarakat dalam pembangunan dusun.  Fenomena diatas melatarbelakangi penulis untuk mengangkat judul “PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DUSUN TAKERAN DITINJAU DARI TINGKAT STATUS SOSIAL”.

B.       Rumusan Masalah
       Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan antara lain:
1.      Bagaimana partisipasi politik masyarakat Dusun Takeran dalam ranah pembangunan?
2.      Apakah ada hubungan antara status sosial masyarakat Dusun Takeran dengan partisipasi politik dalam ranah pembangunan?

C.    Tujuan
1.         Untuk mengetahui partisipasi politik masyarakat Dusun Takeran dalam ranah pembangunan.
2.         Untuk mengetahui hubungan antara status sosial dengan partisipasi politik masyarakat Dusun Takeran.


D.      Manfaat
1.      Manfaat Teoritis
Adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pengetahuan terhadap ilmu pendidikan khususnya pendidikan politik sehingga memperkaya  bahan penelitian di bidang ilmu politik.
2.         Manfaat Praktis
Dalam rangka peningkatan partisipasi seluruh masyarakat Desa Takeranklating  terhadap politik, dapat diberikan saran mengenai pentingnya partisipasi seluruh  masyarakat tersebut demi terciptanya Negara yang benar-benar demokratis.