MAKALAH
PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DUSUN TAKERAN,
DESA TAKERANKLATING, KECAMATAN TIKUNG,
KABUPATEN LAMONGAN
DITINJAU DARI STATUS SOSIAL
![]() |
Oleh:
EVI SUSILOWATI
(094254033)
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN
PMPKN
PRODI SI PPKN
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Teori demokrasi mengajarkan bahwa demokratisasi
membutuhkan hadirnya masyarakat sipil yang terorganisir secara kuat, mandiri,
semarak, pluralis, beradab, dan partisipatif. Partisipasi merupakan kata kunci
utama dalam masyarakat sipil yang menghubungkan antara rakyat biasa dengan
pemerintah. Partisipasi bukan sekedar keterlibatan masyarakat dalam pemilihan
kepala desa dan BPD, tetapi juga partisipasi dalam kehidupan sehari-hari yang
berurusan dengan pembangunan dan pemerintah desa.
Partisipasi politik sebagai usaha teroganisir oleh
para warga negara untuk memilih pemimpin-pemimpin mereka dan mempengaruhi
bentuk dan jalannya kebijaksanaan umum. Usaha ini dilakukan berdasarkan
kesadaran akan tanggung jawab mereka terhadap kehidupan bersama sebagai suatu
bangsa dalam suatu negara (Maran, 1999:147).
Dalam sistem negara demokratis, partisipasi
politik merupakan elemen yang penting. Hal ini didasari oleh keyakinan bahwa
kedaulatan ada ditangan rakyat, yang dilaksanakan melalui kegiatan bersama
untuk menetapkan tujuan-tujuan kolektif. Anggota masyarakat yang berpartisipasi
dalam proses politik terdorong oleh keyakinan bahwa melalui kegiatan itu
kepentingan mereka akan tersalur dan dapat mempengaruhi sebuah keputusan.
Partisipasi politik berbeda-beda dari masyarakat
yang satu ke masyarakat yang lain. Kadar partispasi politik pun bervariasi. Konsep
partisipasi politik pun mencakup apa yang disebut apasitisme poltik, alienasi
politik, dan kekerasan politik. Di dalam suatu masyarakat terdapat orang-orang
atau kelompok-kelompok yang bersikap apatis terhadap urusan-urusan politik dan
orang-orang yang teralienasi, terasing dari kehidupan. (Maran, 1999:147-148). Soedarsih
& Adi (2009:61-62) membedakan tipologi partisipasi politik menjadi tiga
macam, yaitu:
(1)
Partisipasi aktif
Merupakan partisipasi yang berorientasi
pada proses input dan output. Artinya setiap warga negara secara aktif
mengajukan usul mengenai kebijakan publik kepada pemerintah, mengajukan kritik dan
perbaikan untuk meluruskan kebijkan umum, memilih wakil rakyat dan pemimpin
pemerintahan.
(2)
Partisipasi pasif
Yaitu partisipasi yang berorientasi hanya
pada output, dalam arti hanya mentaati peraturan pemerintah, menerima dan
melaksanakan saja setiap keputusan pemerintah.
(3)
Golongan putih (golput)
Yaitu sikap apatis dan acuh tak acuh
warga negara
karena melihat sistem politik yang ada tidak seperti yang diharapkan.
Perbedaan tingkat partisipasi
politik seseorang
terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya: faktor status sosial, ekonomi, faktor tingkat pendidikan
dan faktor nilai budaya. Menurut
Frank Lindenfeld (dalam Maran, 1999:156) faktor utama yang mendorong orang
untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik adalah kepuasan finansial. Dalam studinya,
Lindenfeld juga mengemukakan bahwa status sosial ekonomi yang rendah
menyebabkan seseorang merasa teralienasi dari kehidupan politik. Orang yang
bersangkutan pun akan menjadi apatis. Hal ini tidak terjadi pada orang yang
memiliki status sosial ekonomi yang mapan.
Milbrath (dalam Maran, 1999:156) mengemukakan empat
faktor utama yang mendorong orang untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik.
Pertama, karena adanya perangsang, maka orang mau berpartisipasi dalam
kehidupan politik. Dalam hal ini minat untuk berpartisipasi dipengaruhi
misalnya oleh sering mengikuti diskusi-diskusi politik melalui mass media atau
melalui diskusi informal. Kedua, karena faktor karakteristik pribadi seseorang.
Orang-orang yang berwatak sosial, yang punya kepedulian besar terhadap problem
sosial, politik, ekonomi dan lainnya, biasanya mau terlibat dalam aktivitas
politik.
Ketiga, faktor karakter sosial seseorang. Karakter
sosial menyangkut status sosial ekonomi, kelompok ras, etnis, dan agama
seseorang. Bagaimanapun lingkungan sosial itu ikut mempengaruhi persepsi,
sikap, dan perilaku seseorang dalam bidang politik. Orang yang berasal dari
lingkungan sosial yang lebih rasional dan menghargai nilai-nilai seperti
keterbukaan, kejujuran, keadilan dan lain-lainnya akan mau juga memperjuangkan
tegaknya nilai-nilai tersebut dalam kehidupan politik. Keempat, fakor
lingkungan politik itu sendiri. Lingkungan politik yang kondusif membuat orang
dengan senang hati berpartisipasi dalam kehidupan politik. Dalam lingkungan
politik yang demokratis, orang merasa lebih bebas dan nyaman untuk terlibat
dalam aktivitas-aktivitas politik dari pada dalam lingkungan politik yang
totaliter. Lingkungan politik yang sering diisi dengan aktivitas-aktivitas
brutal dan kekerasan dengan sendirinya menjauhkan masyarakat dari wilayah
politik. Dalam makalah ini, peneliti hanya
akan membahas partisipasi politik ditinjau dari tingkat status sosial
masyarakat.
Menurut Ralph Linton (dalam Soekanto, 2007:210)
secara abstrak, kedudukan (status) berarti tempat seseorang dalam pola
tertentu. Dengan demikian, seseorang dikatakan mempunyai beberapa kedudukan
karena seseorang biasanya ikut serta dalam berbagai pola kehidupan. Apabila
dipisahkan dari individu yang memilikinya, kedudukan hanya merupakan kumpulan
hak-hak dan kewajiban karena hak dan kewajiban termaksud hanya dapat terlaksana
melalui perantara individu, sehingga agak sukar memisahkannya secara tegas dan
kaku. Masyarakat pada umumnya mengembangkan dua macam kedudukan yaitu Ascribed Status dan Achieved Status. Ascribed status merupakan kedudukan seseorang
dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan-perbedaan rohaniah dan
kemampuan. Kedudukan tersebut diperoleh karena kelahiran. Sedangkan Achieved Status merupakan kedudukan yang
dicapai oleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja. Kedudukan ini tidak
diperoleh atas dasar kelahiran, akan tetapi bersifat terbuka bagi siapa saja,
tergantung dari kemampuan masing-masing dalam mengerjar serta mencapai
tujuan-tujuannya.
Sementara itu, wujud partisipasi politik masyarakat
tidak hanya berupa keikutsertaan masyarakat dalam pemberian suara ketika
pemilu, namun juga partisipasi mereka dalam mempengaruhi pembuatan kebijakan,
termasuk kebijakan pembangunan desa. Pembangunan melaui partisipasi masyarakat
merupakan salah satu upaya untuk memberdayakan potensi masyarakat dalam
merencanakan pembangunan yang berkaitan dengan potensi sumber daya lokal
berdasarkan kajian musyawarah, yaitu peningkatan aspirasi berupa keinginan dan
kebutuhan nyata yang ada dalam masyarakat, peningkatan motivasi dan peran serta
kelompok proses pembangunan, dan peningkatan rasa memiliki pada kelompok
masyarakat terhadap program yang telah disusun.
Selama ini sistem
perencanaan pembangunan di Dusun
Takeran cenderung bersifat top down. Pembangunan yang
dimaksudkan meliputi pembangunan masjid, jalan dan jembatan. Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan menyangkut
kepentingan masyarakat sangat minim. Keterlibatan itupun terbatas kepada mereka yang memiliki status sosial
ekonomi yang mapan dikalangan masyarakat, yaitu orang-orang
tertentu yang memiliki kedudukan, jabatan, dan pekerjaan yang tinggi, serta
memiliki ketokohan dalam masyarakat. Hampir 70% keputusan berkaitan dengan pembangunan dusun hanya melibatkan
orang-orang yang memiliki jabatan tertentu saja1. Pihak yang aktif dalam proses aspirasi masyarakat hanya terbatas
pada orang-orang yang memangku jabatan perangkat desa, seperti ketua RT, RW,
Kepala Dusun, Sekdes dan pamong desa. Dusun Takeran sesungguhnya merupakan dusun yang cukup besar, terdiri dari 6
RT dengan jumlah penduduk mencapai 540 orang2. Namun, kondisi
tersebut tidak membuat demokrasi tumbuh dengan baik di dusun ini. Sangat
sedikit wadah untuk mengakomodir aspirasi-aspirasi
masyarakat secara keseluruhan, Masyarakat yang memiliki status sosial rendah cenderung bersikap
pasif dan hanya menerima keputusan tersebut tanpa ada upaya intervensi,
sehingga masih belum bisa mewujudkan demokrasi yang sesungguhnya. Partisipasi politik yang diharapkan berganti
menjadi mobilisasi politik masyarakat, berupa pelaksanakan
kegiatan gotong-royong, finansial masyarakat untuk kegiatan yang berkaitan dengan
pelayanan pemerintah desa.
Partisipasi politik yang pluralistik dibatasi, partisipasi politik
rakyat lebih diarahkan terutama pada penerapan program pembangunan yang
dirancang oleh para elit penguasa. Kebijakan di dusun lebih berupa cetusan-cetusan pemikiran aparat yang secara spontan
dan sedikit impulsif diterapkan sebagai arah gerak laju dusun. Pelaksanaan program
pembangunan desa oleh pemerintah telah membuat dusun dan penduduknya menjadi semakin tidak berdaya
secara politik.
![]() |
1dan 2 Informan: Bapak Salam selaku Kepala Dusun Takeran
Bagi masyarakat yang tidak memiliki jabatan penting di Dusun Takeran, tidak
merasa terabaikan karena tidak ikut terlibat dalam pengambilan keputusan yang
ada di desa itu. Masyarakat cenderung acuh dan tidak peduli atas segala proses
pengambilan keputusan. Mereka hanya menerima segala keputusan yang diambil oleh
pembuat keputusan (decission maker) tanpa
ada upaya memberikan masukan atau bahkan menolak keputusan tersebut. Secara
umum, partisipasi masyarakat Desa Takeranklating dalam bidang pembangunan masih rendah atau bahkan
bisa dikatakan pasif.
Agustino (2007), menyebutkan bahwa
studi empiris banyak menunjukkan kegagalan pembangunan atau pembangunan tidak
memenuhi sasaran karena kurangnya partisipasi (politik) masyarakat, bahkan
banyak kasus menunjukkan rakyat menetang upaya pembangunan. Keadaan ini dapat
terjadi karena beberapa hal: 1).Pembangunan hanya menguntungkan segolongan
kecil orang dan tidak menguntungkan rakyat banyak. 2).Pembangunan meskipun dimaksudkan
menguntungkan rakyat banyak, tetapi rakyat kurang memahami maksud tersebut.
3).Pembangunan dimaksudkan untuk menguntungkan rakyat dan rakyat memahaminya,
tetapi cara pelaksanaannya tidak sesuai dengan pemahaman tersebut.
4).Pembangunan dipahami akan menguntungkan rakyat tetapi rakyat tidak
diikutsertakan. Sehingga pergeseran kebijakan program dana pembangunan desa yang
komprehensif perlu keterlibatan politik masyarakat secara efektif dan dukungan
berbagai sektor terpadu termasuk dukungan infrastruktur ekonomi yang tangguh
memihak kepada kepentingan masyarakat sangat diperlukan guna mengakhiri
pembatasan akses rakyat dalam proses pembangunan desa. Partisipasi politik
masyarakat desa akan menghindari kebijakan program dana pembangunan desa yang
sentralistik, dan ditujukan bentuk kepentingan politik masyarakat.
Oleh karena itu, penting
kiranya melihat pengaruh antara faktor sosial-ekonomi terhadap kualitas
partisipasi politik masyarakat dalam pembangunan dusun. Fenomena
diatas melatarbelakangi penulis untuk mengangkat judul “PARTISIPASI POLITIK
MASYARAKAT DUSUN TAKERAN DITINJAU DARI TINGKAT STATUS SOSIAL”.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan
yang dapat dirumuskan antara lain:
1.
Bagaimana
partisipasi politik masyarakat Dusun
Takeran dalam ranah pembangunan?
2.
Apakah
ada hubungan antara status sosial masyarakat Dusun Takeran dengan partisipasi
politik dalam ranah pembangunan?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui partisipasi politik masyarakat Dusun Takeran dalam ranah pembangunan.
2.
Untuk
mengetahui hubungan antara status sosial dengan partisipasi politik masyarakat Dusun Takeran.
D.
Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Adanya penelitian
ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pengetahuan terhadap ilmu pendidikan
khususnya pendidikan politik sehingga memperkaya bahan penelitian di bidang ilmu politik.
2.
Manfaat Praktis
Dalam rangka peningkatan
partisipasi seluruh masyarakat Desa Takeranklating terhadap politik, dapat diberikan saran
mengenai pentingnya partisipasi seluruh masyarakat
tersebut demi terciptanya Negara yang benar-benar demokratis.